Hay Lucky, hari ini aku seneng
banget. Hayo, coba tebak ada apa hari ini? Yup, aku dapet arisan nih Lucky. Loe
tahu arisan kan, masa’ iya jaman gini gaktau arisan, desit banget deh. Jadi gue
sama temen-temen satu kelas dari awal semester satu, bikin arisan ala 9C. Ya
per-minggunya sekitar enam ribuan. Berhubung yang ikut banyak, jadi lumayan deh
buat isi kantong anak sekolahan.
Sepulang sekolah, aku ke masjid
Lucky, buat masukin duit ke kotak amalnya. Itung-itung buat sedekah setelah
dapet rejeki. Ya mudah-mudahan aja rejeki yang Allah kasih buat aku hari ini
menjadi berkah dunia akhirat. Amin. Oh iya, gue juga jadi semakin seneng nih
Lucky, buat menganggap suatu hal yang gak enak/ sebuah kegagalan merupakan rejeki
yang ketunda. Soalnya uda gue buktiin sendiri hari ini. Thanks To Allah S.W.T.
Tapi Lucky, hari ini gue juga merasa
menjadi anak yang gak berbakti sama ortu. Jadi gini nih, waktu aku sudah nyampe
sekolah, aku baru sadar kalau aku gak pake sabuk. Gak beberapa lama setelahnya
mamaku telepon soal itu. Akhirnya papaku yang uda nyampe rumah kepaksa balik
buat nnganterin sabukku. Hadeuh, serasa jadi anak yang ceroboh untuk yang
kesekian kalinya.
Yang bikin aku tambah bersalah sama
ortu adalah sewaktu pelajaran BK tadi. Bu Kanti muterin film motivasi yang
bikin mewek. Kisahnya soal pohon apel dan seorang bocah. Gini ceritanya…
Si pohon mencintai si bocah, begitupun sebaliknya. Bocah itu
bermain di dahannya, memakan apel jika ia lapar dan tidur di rerindang pohon
itu jika ia lelah. Namun ketika ia sudah beranjak remaja ia sudah jarang lagi
bermain bersama pohon. Suatu hari si bocah itu datang ke pohon untuk meminta
uang. Si pohon yang tak mempunyai uang menyuruh bocah itu untuk mengambil apel
dari pohonnya untuk ia jual. Ia mendo’akan agar si bocah bahagia.
Si bocah lama tak kunjung datang untuk menemui pohon lagi.
Setelah akhirnya ia dewasa, ia baru datang kembali. Kali ini si bocah meminta
rumah pada pohon, namun karena pohon tak bisa memberikannya, ia menyuruh bocah
itu untuk menebang dahannya agar dijadikan rumah. Setelah menebang, si bocah
membawa dahan pohon dan iapun pergi. Si pohon tetap mendo’akan kebahagiaan
untuk si bocah.
Lama pohon menanti kedatangan si bocah. Bocah itupun datang
lagi dan kali ini ia meminta sebuah kapal yang bisa membawanya pergi jauh. Si
pohon akhirnya menyuruh si bocah untuk menebang batangnya yang bisa dijadikan
kapal kayu. Bocah itu melakukannya dan si pohon tetap mendo’akan kebahagiaan si
bocah.
Tahun berganti tahun. Bocah itu akhirnya menjadi tua. Ia
kembali lagi pada pohon. Pohon itu kini tak punya apa-apa lagi untuk ia berikan
pada si bocah tua. Si bocah tua kini hanya menginginkan tempat yang nyaman
untuk menikmati hari tuanya. Si pohon berkata bahwa ia merupakan tempat yang
tepat untuk dijadikan tempat duduk sambil menikmati hari tua si bocah.
Pohon itu bagaikan orang tua kita. Dimanakah kita disaat
mereka kesepian? Adakah kita disana untuk menghapus air matanya apabila mereka
bersedih? Padahal, mereka telah memberikan apapun yang mereka punya demi kita.
Mereka yang selalu mendo’akan kita kapanpun dan dimanapun kita berada.
Hue,.. T_T
Gue berasa kayak Malin. Durhaka banget rasanya jadi anak.
Mungkin gue udah buanyaaaaaak banget buat salah ama ortu. Karena itu mulai hari
ini gue akan berusaha untuk menjadi anak yang berguna dan lebih membanggakan
lagi untuk mereka. J
Tidak ada komentar:
Posting Komentar